Kamis, 23 Desember 2010

Saat ini Bola Jadi Pemersatu Bangsa

[caption id="attachment_345" align="aligncenter" width="300" caption="Mimpiku Indonesia Juara AFF"]Mimpiku Indonesia Juara AFF[/caption]

Saya tidak begitu menggila bola klub dan bola nasional, namun tiap kali Piala Dunia saya sangat antusias untuk menonton. Ada kebanggaan dan rasa ikut terhanyut akan suasana pesta akbar olahraga dunia seperti Piala Dunia di Afrika pertengahan 2010 lalu. Gegap gembita makin terasa pada saat saya melihat layar lebar di parkir timur senayan. Suasana nya waduhh luar biasa. Dalam hati saya berfikir wah kalau Indonesia menjadi salah satu peserta putaran final Piala Dunia, gimana rasanya ya ? Apakah saya masih diijinkan melihatnya dalam seumur hidup saya ini ? Saat itu rasanya mustahil impian itu terjadi, namun entah dari mana saya bermimpi Indonesia secara bertahap menapaki kompetisi Sepak Bola dari regional (tingkat ASEAN), Asia dan syukur-syukur berhasil tembus ke putaran Final Piala Dunia.


Saya bercerita dengan rekan-rekan, saudara dan orang yang tidak dikenal yang menganggap berbangsa Indonesia. Ternyata keinginan itu sama dengan keinginan di hati setiap para anak bangsa Indonesia. Di satu sisi kemelut, persoalan sepak bola nasional, keahlian banyak putra bangsa yang terlihat hanya sebatas komentator membuat saya miris dan hampir menutup buku mimpi Sepak Bola Indonesia bisa berkibar. Saya berhitung-hitung sederhana, jika semua orang di dunia ini baikkk semua, insan-insan yang berdoa untuk kemajuan sepak bola negaranya saya bandingkan. China dengan 1,3 miliar penduduk sepak bola tidak populer. Demikian juga India dengan 1 miliar penduduk bola bukan olahraga terpopuler. Amerika Serikat meski berpenduduk sekitar 300 juta dan sepak bola bukan olah raga terpopuler sudah pernah merasakan putar final piala dunia. Wah Indonesia negara berpenduduk 240 juta setelah kemerdekaan tidak pernah mengirimkan kesebelasan ke putaran final. Brasil yang lebih sedikit sebesar 180 juta jiwa sudah 5 kali juara Piala Dunia. Uruguay yang berpenduduk 3,4 juta jiwa saja berhasil 2 kali menjadi Juara Dunia tahun 1930 dan 1950, terakhir 2010 menjadi semifinalis. Malu dach rasanya jadi warga negara Indonesia yang berpenduduk 240 juta dan sepak bola menjadi olahraga terpopuler sejak merdeka tidak pernah bisa lolos Piala Dunia. Kok bisa ya ?


Alasan kita maupun beliau-beliau para komentator ada saja. Pembinaan, organisasi PSSI, dana, pertandingan rusuh, tubuh pendek, dan alasan spesifik yang jika dideretkan bisa memenuhi kepala dan bikin pusing. Kita taidak perlu melihat alasan ataupun apapun masalahnya sehingga keadaan demikian. Bisakah jawaba atas pertanyaan ini terjawab dan membuat kita tersenyum karena menjadi realita : biasakah Indonesia mengirimkan kesebelasan pada putaran final sepak bola Piala Dunia dan kapan ?


Saya coba berfikir sederhana, jika penduduk Indonesia bersatu dan berdoa, jumlah yang 4 besar di dunia ini apa tidak membuat keinginan tiap insan Indonesia itu jadi mimpi dan akhirnya jadi realita ? Entah dari mana saya September 2010 menulis tulisan ini : Targetkan Indonesia Juara di AFF 2010. Rasanya hanya sedikit orang dan Riedl yang baru saja ditunjuk punya keyakinan Indonesia mulai dari menjuarai AFF dan itu bisa. Banyak pihak masih tidak peduli dan tidak yakin ada perbaikan berarti sepak bola Indonesia dalam hal prestasi.


Perhatian mulai ada dari penonton pada saat ada proses naturalisasi Cristian Gonzales dan Irfan Bachdim bergabung. Bahkan berita waiting list pemain berbakat yang merumput di luar negeri dan masih berdarah Indonesia atau punya perhatian atas kemajuan sepak bola di Indonesia mulai menyatakan minatnya. Pemerintah dalam hal ini Menpora dan MenHukhan menfasilitasi proses tersebut jiak dirasa perlu atas usuland ari PSSI. Tsunami informasi (arus besar dan masif yang seketika dan tersebar secara cepat ke berbagai pihak) sekitar bola mulai dijalarkan oleh media social networking (facebook, twitter), blog, berita cetak dan internet serta pembicaraan dari mulut ke mulut membuat penduduk Indonesia tersadarkan bahwa Indonesia bisa berbuat sesuatu di perebutan piala bola tingkat ASEAN yaitu Piala Suzuki AFF 2010.


Wah kalau begitu, dengan adanya titik cerah. Apalagi profil Irfan Bachdim yang dari sisi remaja putri dan wanita menjadi daya tarik, dampak dari persepakbolaan tingkat dunia bahwa pemain bola bisa menjadi selebritis dan sosialita. Dampak mendadak dan mungkin aneh pada jaman dulu menjadi biasa pada jaman informasi yang cepat dan masif (Jaman Tsunami Informasi). Segala hal bisa dibalikkan dari hal pesimis menjadi optimis (dari kaca mata berfikir positif).


Setelah mengalahkan Malaysian 5 : 1, Laos 6 : 0 dan memulangkan Macan ASEAN Thailand 2 :1. Mata banyak insan Indoensia mulai terbuka. Kesebelasan sepak bola Indonesia saat ini lain, ada titik cerah optimisme. Harapan untuk punya optimisme tipa insan dalam bola mulai tumbuh dan rasanya memang sampai sat ini masih realitas.


Dampak ke dalam hal lain atas optimisme, harapan, dan pendangan psoitif ini, tiap insan dimulai dari bola yang mengatakan pada tiap diri pribadi masing-masing bahwa yang selama ini tidak mungkin ternyata mungkin, seperti kemustahilan prestasi bola menjadi realitanya bola menang beberapa kali bahkan bisa menang telak.


Semula bangsa Indonesia melihat kebangsaan, harapan dan tujuan bersama untuk hidup sejahtera bersama yang berkeadilan bersama dengan negara lain seperti isapan jempol. Dengan adanya sepak bola ini ada rasa yang menghubungkan antar tiap insan. Bahkan 2 orang yang berseberangan parai politik, yang biasanya saling mengkritik soal apapun juga karena berseberangan, saat ini menjadi satu rasa dan saling mendukung.


Salah satu sifat bangsa Indonesia apabila ada tujuan yang sama (saat dulu adalah merdeka dan saat ini memenangkan pertandingan /ingin melihat kesebelasan nasional Indonesia menang) persatuan dan kebangsaaan sangat meningkat dan apapun juga tujuannya meski mustahil pasti terkabul. Bola sebagai titik awal menghubungakan rasa antar insan menjadi ada. Antar pribadi, tetangga, teman, keluarga yang tadinya tidak saling berbicara atau berbicara tanpa warna menjadi suasananya hidup meski dimulai dari bola. Di perkantoran, kampus, rumah kos, rapat rt, pasar, mall, cafe dan segala pojok yang diomongkan awalnya dari bola tetapi mulai menumbuhkan jati diri bangsa Indonesia yang luhur. Waduhh indah sekali dan punya kebanggan atas tali rasa ini yang tumbuh dan makin kuat.


Semua informasi yang asimetris (kritikan dan ketidak pausan akan kondisi yang diharapkan terlalu tinggi) dalam segala bidang (meski kebenarannya kadang perlu diselidiki karena optimisme dan sambung rasa berbeda dengan ketidak pedulian dan keluhan yang tidak pasti) mulai luluh. Optimisme pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, politik, sosial dan budaya mulai menampakkan suatu dorong untuk saling bergotong royong dan saling membantu. Saya bayangkan rasanya implementasi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang seperti digambarkan dalam pelajaran SD dahulu mulai menampakkan wujudnya di mana-mana. Inilah kebanggan yang selalu membuat saya terharu dan bangga untuk lahir, berkarya, berbakti, bersama sama dengan anak bangsa yang lain bahkan dikuburkan di bumi pertiwi dalam senyuman yang tulus dan kebahagiaan sejati.


Terima kasih atas prestasi bola ini, siapapun juga pemerintah, PSSI, pemain bola yang masuk timnas dan tidak, pemerhati, jurnalis, tweetter, FBker, blogger, saudara-sudara, teman-teman dan semua anak bangsa saat ini ada kebanggan yang membuncah menjadi bagian bangsa Indonesia. Semoga ini adalah awal yang baik buat sepak bola, olahraga dan sisi kehidupan yang lain bangsa Indonesia menuju kehidupan yang lebih baik yang dicita-citakan setiap insan Indonesia.